Friday, December 04, 1992

Mimpi disudut satu kota

Musim menggigilkan jalinan jiwa kumuh
aku kerdil tercoret menggali hangat dibatas ada
-biarpun tetap angkuh-
menahan perih sambil menghabiskan hidup sendirian

Orang orang telah melupakan sisa bising
ketika malam berngkat pelan pelan
menghibur kecut atas segala kegetiran hidup
dengan pertaruhan
tempat khayal bersandar kukuh
kebodohankupun tetap lepas menengok jujur kepahitan hati
;kemiskinan yang begitu kental
sampai jiwaku telajangpun tetap tak kugauli
sekedar kebanggaan untuk kubusungkan
dada bagi dunia dimana aku berada…


Gang Jempiring, Denpasar 3 Desember 1992

Asmaradahana

:N
Segugus musim lantunkan tembang asmaradhana dihidupku; buatmu
dibathin kuhirup nikmat kerinduan akan raut bidadarimu

Aku mabok merakit keinginan
hingga kusukai kemunafikan ini
dan kuyakini transparan sikapmu

Asmaraku,
I wish….
I wish…
Entahlah…

Denpasar, 3 Desember 1992

Wednesday, November 25, 1992

Sahabat

: Ampung

Kawan,
Dijiwa kita yang baik terpendam luka
meladeni ketidakinginan dan sekedar ingin
yang tak pernah mampu terada
sedangkan mustahil untuk memunafiki perih yang meradang

Biarlah sahabatku,
kita sedang mencari untuk membeli
(meski lebih mudah menjaring asap)
sampai harga diri dan segala milik kita habis terbantai
Tak apa sahabat,
sebanyak kita mampu mengerti
bahwa logika dan kepintaran kita yang sombong
tak kuat menipu lapar yang ramah menyapa

Kita sedang kalah kali ini, sahabat…

Denpasar, 24 November 1992

Tuesday, October 13, 1992

Kepada seorang dalam ingatanku

: N

Betapapun angkuh jarak memenjarakan ingin
Manis lugumu membercak kekal didinding kalbu
menjadi prasasti terindah dalam bening ingatan.
Kejujurankupun engkau tahu;
berhenti mengejar laju biografi
lalu bersamamu tertawai pengalaman yang melekat ditelapak kaki.

Engkau menjadi matahari dan bulanku,
Yang sekian lama menjejalkan pertanyaan dan hayal
yang menyelimutkan kerinduan
dibumi asing yang berderu dan matirasa ini
Aku telah terkurung diruang berdinding kokoh tanpa wujud
keras melerai asmara yang membadai tak terkira

Aku makin tak mengerti sampai kapan waktu akan usai membelenggu
hingga cintaku rapi berlabuh didamai dermaga jiwamu…

Ubung Denpasar – 12 Oktober 1992