:N
Yang membadaikan gelisah
ketika senyap menyayat hati lengang;
bunga hati nun jauh tercerai jarak
Letih merinduku bisu seperti sepenggal sepenggal dongeng Cinderella
atau bahkan episoda cerita kematian sederhana
yang mampu meluruhkan keras tawa hari ini
dan mneggumpa beku dirongga waktu
Hey, matahari kecilku…
Apa warna harimu kini?
Lalu begitu saja aroma jiwamu melumat kelelakianku menggamit lagi stu persatu kepingan jingga dulu milik kita atau warna warni romansa tanpa scenario mengalir melumuri hasrat kalbu hatiku melumpur lantak oleh anggun pesonamu, karam akudisenyum sendirian
Buangaku,
Kupasung bimbang danketakuatanku akan jujur nuranimu biarpu jarak begitu bengins menindas dialog di kalbu kita yang melelahkan
Tidak sebab kita berjalan dengan cinta dan alasan yang akan membebasakan kita dari semau kecemasan
Benhil, 14 Desember 1995
puisi adalah anak rohani yang lahir dari kedalaman hati, jujur menterjemahkan makna fikiran
Friday, December 15, 1995
Tuesday, August 15, 1995
Rembulan dikotaku pada suatu ketika
Merah kuning lampu lampu pesta rakyat menebar sukacita,
kemeriahan kota terasa sempurna
merambah gang dan lorong lorong penuh binatang buas berbau tengik
diseluruh penjuru
Anak anakku jadi punya tempat bermain tiba tiba;
bermain seperti dulu kakek neneknya selalu bermain
dan jadi pelakon fantasi untuk juragan besar; pemilik kota.
“akulah pahlawan sebaik baiknya pahlawan
dari semua pahlawan yang membawa kota ini menjadi subur penuh makanan,
dalam kendali kerajaan transparanku
jangan lupa bawa namaku untuk setiap kali hari bersejarah
sebab aku harus selalu ada dimanapun sejarah negeri ini diceritakan.
Ini peryaaan buat kalian ingat dan agungkan namaku
Ini perayaan tolong jangan kencingi kuburku kelak jika aku mati”
Mearh kuning biru lampu pesta rakyat
seperti lupakan rembulan yang polos
diantara jalinan kabel listrik ujung gang dekat rumah petak kontrakanku,
tenang menyaksikan ingar bingar sebuah peringatan munculnya kaum kodok
Rembulan tersipu sewaktu hymne berdengung dengan tempo bersemangat
Sebab kesederhanaan telah kehilangan arti bersama kepicikan pandangan
bahwa penidnasan tak lagi ada.
Rembulan tahu pasti kebenaran negeri ini dari zaman ke zaman,
juga ketika nyala kembang api mengejek sinar redupnya dengan sorak sorai tanpa hati bicara…
Jakarta, 14 Agustus 1995
kemeriahan kota terasa sempurna
merambah gang dan lorong lorong penuh binatang buas berbau tengik
diseluruh penjuru
Anak anakku jadi punya tempat bermain tiba tiba;
bermain seperti dulu kakek neneknya selalu bermain
dan jadi pelakon fantasi untuk juragan besar; pemilik kota.
“akulah pahlawan sebaik baiknya pahlawan
dari semua pahlawan yang membawa kota ini menjadi subur penuh makanan,
dalam kendali kerajaan transparanku
jangan lupa bawa namaku untuk setiap kali hari bersejarah
sebab aku harus selalu ada dimanapun sejarah negeri ini diceritakan.
Ini peryaaan buat kalian ingat dan agungkan namaku
Ini perayaan tolong jangan kencingi kuburku kelak jika aku mati”
Mearh kuning biru lampu pesta rakyat
seperti lupakan rembulan yang polos
diantara jalinan kabel listrik ujung gang dekat rumah petak kontrakanku,
tenang menyaksikan ingar bingar sebuah peringatan munculnya kaum kodok
Rembulan tersipu sewaktu hymne berdengung dengan tempo bersemangat
Sebab kesederhanaan telah kehilangan arti bersama kepicikan pandangan
bahwa penidnasan tak lagi ada.
Rembulan tahu pasti kebenaran negeri ini dari zaman ke zaman,
juga ketika nyala kembang api mengejek sinar redupnya dengan sorak sorai tanpa hati bicara…
Jakarta, 14 Agustus 1995
Subscribe to:
Posts (Atom)