Friday, March 28, 2003

Surat 2

:langitsenja

ngit,
tulisanmu membangkitkan semua kenangan yang membatu, tiba tiba tumbuh seperti pucuk dahan pinus lepas musim gugur. aku jadi seperti pertapa yang turun dari gunung, jauh dan menyediri. sesuatu yang diam tak bergerak selama tujuhbelas bulan berderik derik. indahnya kenangan itu...

tulisanmu seperti titik hujan pertama setelah sekian abad tak pernah ada cerita tentang hujan; keajaiban dari langit maya. aku menangis sewaktu kamu bolehkan aku menyetubuhi suaramu, suara yang itu itu juga, yang dulu meluluh lantakkan segenap kelelakianku, memabokka aku dalam permainan kosmos.

biar saja kukatakan padamu bahwa aku telah menghukum diri dengan menghujamkan belati dijantungku (karena sikapku padamu dulu). dan perihnya kunikmati setiap detik kenangan tentangmu lewat diotakku. aku tak boleh menangis sebab aku lelaki, aku tak boleh mengeluh sebab aku jantan, tetapi bertemu denganmu aku membiarkan diriku seperti mengemis dan meratap atas keadaan hatiku yang compang camping. nuraniku mengijinkan aku untuk terpuruk dikakimu, memperbolehkan aku untuk menunjukkan luka luka membusuk yang kusembunyikan.

dan hari ini ngit,
separuh gunung batu yang menghuni rongga dadaku kau lumatkan dengan suaramu, dengan tulisan mu dan dengan kehadiranmu. dan sekian waktu aku meracau sendirian, hanya kata kata itu itu juga yang ingin kukatakan padamu, bahwa kamu tetap ada di ruang isitimewa hidupku. bahwa kamu tetap hidup dalam kehidupanku, kuyakinkan kepada diriku sendiri bahwa aku tak kehilanganmu, sebab aku tak sanggup kehilanganmu dengan beban rasa bersalahku.

jaga dirimu baik baik...


Balairaja, Akhir Maret 2003

Chat terakhir

matamu lelah.
tapi jendela-jendela tetap terbuka.
takada matahari malam ini.
hanya hujan mengetuk pintu.
adakah ruang?
masihkah waktu?
batang-batang lego warna-warni tersusun sebagai
pilar-pilar tempatmu memuja rasa.
sekian lama kauurutkan: merah, kuning, biru, hijau.
tak ada nomor,
tak berbentuk,
walau kau tahu itu adalah
tonggak-tonggak yang akan membawamu menapaki jejak
sejarah.
apakah waktu?
masihkah ruang?
peluh menetes di atas keyboard ketika kau berangkat
menuju sabana kosmos maya.
resah perjalananmu terasa mendada.
seorang penyedih ulung melepasmu berangkat
mencabik pagi bersama luka menganga.
masih adakahruang dan waktu?

Thursday, March 13, 2003

Surat 1

: langitsenja

ada perih disetiap ujung kata kata mengenangmu.
kamu melumatkan kesombonganku dan mencabuti tulang belulang yang membuatku merasa perkasa. aku tak menyesali itu, jika harus kuakui aku merindukanmu.

satu ruangan dihatiku tetap kujaga meski sunyinya penuh, bukan untuk siapa siapa dan tak ada pusara atas namamu disana. aku menjaganya dan tinggal lama lama didalamnya, memutar lagi slide kebersamaan dulu, cukup membuatku terhibur meskipun kemudian aku terbanting pada tembok kalendar; hidup senyataku.


bukan sepi yang membawa hatiku untuk merindui kamu, bukan juga hidup yang memperlakukan dengan buruk, sebab bagiku tuhan selalu masih memanjakanku dengan kemisteriusanya. juga kuminta tuhan; temanku untuk menyampaikan betapa rindunya aku sama kamu. tak apa, tuhan memang maha baik dan aku tidak malu karena merindukanmu.

rasanya berabad abad kamu pergi, tapi tetap saja kamu hidup dalam hidupku yang penuh rahasia. masih terus tersisa damai dan nyaman setiap detik mengingatmu; aku tak pernah kehilanganmu!


Balairaja, 13 Maret 2003

Tentang perpisahan

:langitsenja

Ada yang mempertanyakan perasaan apa yang mengikutimu
setiap kau kenangkan saat-saat perasaanmu tercabut dari akar kenyataan,
dan harus mengikuti sekian banyak peraturan yang mengikatmu
dengan rantai kewajiban dan kepatutan.

Ada yang menangis dengan isak paling sedih
(namun tak seorangpun tahu),
karena perasaan demikian mengiris dan hati demikian rapuh
saat kau ketahui bahwa kau sama sekali tak berdaya
menghadapi yang harus kau ambil keputusannya.
Ada yang memandang didalam gelap,
seolah bayangmu dapat bercerita tentang cahaya yang mengiringimu
setiap langkah dan helai rambut yang berkilat,
harum nafasmu dan segala kefanaan tubuhmu menjadi kesia-siaan dalam kenangan angin.
Ada yang sia-sia menahan kenyataan
bahwa hati terlalu banyak membawa beban
(dengan dalih begitulah semestinya hidup),
sementara langit tak pernah lupa memberikan warna lembayung setiap senja
(sebagai tanda)
menjelang malam.

Ada yang enggan pergi
(sementara waktu tak pernah mau kompromi),
ia begitu setia menemani segala yang terjadi,
dengan segala pengecualian,
ia selalu ada dalam hitam putih hidupku,
a selalu ada dan tak pernah berusaha lari : ia ada disini..

Ia ada.

Tuesday, March 04, 2003

Malam di Pekanbaru

Malam baru mulai,
nafas alam menggeliat disetiap lampu jalanan
menawarkan cercaan atas kepedihan yang kutanggungkan.

Sebilah belati menancap didadaku,
yang kuhujamkan dengan tangan yang gemetaran.
Masih kutunggu keajaiban datang ketika
semua kemungkinan terbungkus oleh aroma sampah.
Separoh dunia mati tiba tiba, berhenti diam dibelenggu bimbang.
Amarahku tak seorangpun tahu,
juga rasa bersalah yang menghakimi.
Inilah aku wahai dunia…!!

Pekanbaru 4 Maret 2003