puisi adalah anak rohani yang lahir dari kedalaman hati, jujur menterjemahkan makna fikiran
Thursday, February 16, 2006
Antologi segelas kopi
Tiba tiba aku rindu rasanya perih
Maka dengan ujung belati kuundang luka
Sekedar garis merah merembeskan getah dari balik kulit ari
Pengobat rindu pada kepedihan palsu yang lama kutunggu
Segelas kopi dini hari
Menjadi satusatunya teman sejati
Sebab bumi tertidur dalam selimut mimpi
Juga kegelisahan yang ditahankan barangkali,
aku tak tahu
penat kepala menahan duka
menjadi berat oleh usus besar yang hampa udara
biar sebentar lagi kembung akan menghampiri,
lagi lagi sekedar kepedihan palsu aroma masalalu belaka
limapuluh goresan dilengan kiri
tak jua datangkan nyeri
pedang menggantung diruang tamu
tersenyum menggoda untuk ditelanjangi
lalu disetubuhi sampai darah menghambur menyempunakan kedustaan luka luka
sebab hatilah yang perih tersayat sesungguhnya…
nyerinya sungguh tak kira kira
segelas kopi teman sejati,
hanya diam menggigil menunggu pagi
bersama hati yang entah hidup entah mati…
malam ini…
Gempol, 060215
Kalah
Wednesday, February 15, 2006
nyanyian darah
betapa indah darah
ketika air mata tak lagi sanggup tumpah
terimakasih wahai iblis
yang mengantarkan beling kemeja kerja
untukku menyayat secuil daging
tangan, kaki dan mataku tak lagi ada
sebab jantung terenggut sia sia
aku tak akan mati hanya oleh penganiayaan bathin
sebab itu hanya cerita isi dunia
tentang perkelahian si jahat dan si baik
atau terkadang si jahat dan si jahat
kenapa berhenti menyanyi wahai darah?
teruslah engkau mengalunkan tlutur, mengasihani diri
agar menggema disetiap lorong dimana malaikat terbirit birit menyongsong
sebagian untuk menyokong
berebut kepentingan dalam kepentinganya
tolong jangan hentikan lagumu
agar bisa kuresapi anyir yang membumbung
dan kutuang dalam puisiku
yang tak tereja oleh siapapun yang membaca
kecuali sekeping hati yang mencipta
ya…
aku dengar simfoni mengalun lembut membuai hati
bersama tetes demi tetes warna pekat yang merayap
menyelubungi segala bentuk lengan kiri
simfoni tanpa pola
mengalun liar menterjemahkan lara
bahwa hidup masihlah ada
meninggalkan jejak mengering ketika hari yang baru tiba…
Gempol 060215
Saturday, February 04, 2006
Bimbang
Subscribe to:
Posts (Atom)