puisi adalah anak rohani yang lahir dari kedalaman hati, jujur menterjemahkan makna fikiran
Wednesday, June 28, 2006
Patah
engaku harus pergi
mencabut rindu yang menjepit kalbu
justru ketika kusandarkan kepalaku
berisi pecahan kaca yang membenalu
ini hatimu
setelah seratus tahun kau titip
lewat jendela langit yang terbuka
bagi siapa saja pejalan longokkan kepala
demikianlah
harus kupunguti serpihan hatiku
yang kau hempaskan dari ketinggian
hingga hancur berantakan
menempel butiran tanah kering
Tidakkah kau lihat ?
belatung berpesta disetiap sisinya yang tersembunyi!
subuh tadi telah gugur lembar daun yang kesekian
jatuh patah ke tanah
tanpa kisah
sisa embun setia menangisi kematianya
jangan lumuri langitku dengan puji puji
yang meracun mata menjadi buta
mengharap hujan yang perawan
sedangkan musim demi musim melintas lamban
hanya ziarah diantara nisan nisan kenangan
gempol, 060627
Sunday, June 25, 2006
Gundah
Pada ludah penuh amarah tertitipkan gundah
lambang dari kemuakan yang membuncah.
Membentur udara lalu menyembur kemuka sendiri
hinanya menghujam hati
Serombongan ingatan datang semaunya
memporak porandakan benteng perlindungan
berdinding kabut sisa keindahan awan dilangit
yang turun ke bumi menjadi imitasi.
Sekonyong konyong saja murka
Mengoyak ngoyak tabir palsu yang menyembunyikan luka,
kebenaran yang semestinya.
Kepura puraan demi ini itu mengandungkan maknanya merugi
melahirkan duri yang kelak akan berakar tetap sebagai duri
memelihara iblis di kandang kenangan dengan jaminan diam.
Malam telah terlalu tua untuk mencabut kata kata
yang tertancap di batu karang waktu.
Menyebabkan pandangan menjadi pecah
jadi butiran tanpa makna,
kehilangan buruan jawaban.
Denyut darah telah menjadi nanah,
mengalir menuju liang tujuan,
kegelapan lain lagi.
Ah, aku rindu kepada kebahagiaan hidup; sang masa silam.
("Don't ever say that!" you said)
Gempol 060624
Monday, June 19, 2006
Sajak Perpisahan
(Tertulis untuk tet)
sajak perpisahan
sudah kukemas harapan
serta hati diceraikan dari sekelompok benih kasih
dan pagi melangkah sendirian
permainkan kekecutan hidup
tiba tiba saja membayang
bagai lakon wayang purwa
melulu kepedihan dan kesedihan
kaki melaju dihadang kenangan kental
baru saja kucium harum nafas kekasihku,
sambil berkisah tentang penghianatan
seperti pengmis menawarkan iba
tertinggal itu semua
jauh ditanah yang jauh
tertinggal lekat dalam dada
dalam kepala,
suara terakhir
senyum terakhir
tangis terakhir
menjadi pahit
dan mengkarang dikandang kenangan
selamat tinggal bekas masa depan…
Teso East, 31 Juli 2002
Subscribe to:
Posts (Atom)