Saturday, September 03, 2005

Enam Bulan

Dialog menjadi begitu usang
Sedang luka menghitam meneteskan darah
Hati gemetaran berdiri dipersimpangan bimbang
Terjajah oleh waktu yang berlarian meninggalkan
Enam bulan sudah hati gelisah parau berseru
“aku harus melangkah”
Dan kaki nurani tertanam pada batu fikiran

Wahai murka,
Jadilah engaku pertapa atas diri
Gurui aku melihat apa yang tak terlihat
Menjadi tidak munafik atas kebenaran hakiki
Menjadi pintar mengolok kemustahilan demi kemustahilan
Ketika tak ketemukan lagi bulan apalagi matahari
Pada malam malam sepanjang enam bulan belakangan

Adakah aku berdiri dipersimpangan?
Atau hanya hati yang membeku kedinginan?

Rumah Hampa 2 September 2005

No comments: